Sabtu, 04 Juni 2011

KUBAH SURGI MUFTI

Kubah Surgi Mufti adalah makam dari seorang ulama bernama Haji Jamaluddin yang pernah menjadi mufti di Banjarmasin dan mendapat gelar anumerta Surgi Mufti (almarhum= surgi (Banjar)/swargi (Jawa). Kubah berasal dari bahasa Arab "qubbah" yaitu cungkup makam. Makam ini terdapat di Kelurahan Surgi Mufti, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.


Makam Surgi Mufti KH Jamaluddin di Banjarmasin

Sengaja Pintu Kubah Dibiarkan Terbuka

KH Jamaluddin yang berkubah di Kelurahan Surgi Mufti merupakan tokoh yang diangkat di masa Sultan Adam sebagai Sultan di kerajaan Banjar semasa jaman penjajahan Belanda. Kubah ini sekarang merupakan salah satu cagar budaya di Banjarmasin.

HAIRIYADI, Banjarmasin

SATU benda cagar budaya yang terletak di Kelurahan Surgi Mufti, Banjarmasin Utara, adalah makam Surgi Mufti KH Jamaluddin bin Syeh Muhammad Arsyad Al Banjari (Datuk Kelampayan).
Kubah Mufti Jamaluddin di Jl Surgi Mufti RT 12 ini dirawat dan dipelihara oleh seorang perempuan bersama Hj Siti Khadijah. Di depan kubah di bagian kanan diletakkan dua plang, menandakan cagar budaya yang dilindungi. Bertuliskan nama tempat dan larangan merusak benda cagar budaya itu, dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Kebudayaan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Budaya. Kubah beratapkan sirap berdinding dilapisi hijau, selain ditempati Mufti Jamaluddin, juga ada tiga makam lainnya.
Ditemui Selasa (10/8) siang, Hj Siti Khadijah menuturkan, ketiga makam yaitu satu di sebelah kiri adalah Hj Siti Aisyah, istri KH Jamaluddin dan dua di kanan merupakan anak KH Jamaluddin.
Kemudian, di dekat makam, ditempatkan satu buku besar yang disediakan khusus untuk para tamu mengisi buku tamu. “Buku tamu itu diberikan oleh Pemkot Banjarmasin. Setiap tamu yang datang diminta mengisi buku tamu,” katanya.
Diceritakan dia perihal KH Jamaluddin yang disapanya dengan sebutan abah (bapak). KH Jamaluddin hidup semasa KH Muhammad Syarwani Abdan (Guru Bangil). Kemana-mana beliau selalu bersama. Tidak saja menuntut ilmu dan serumah di Makkah, tapi makan juga bersama.
“Tidak hanya serumah, ibaratnya makan pun sekenceng (sepanci),” ujar perempuan berusia lanjut tersebut.
Tak ada warisan harta benda yang ditinggalkan kepada anak cucu, selain ilmu dan buku-buku pelajaran agama Islam. “Misalnya kitab gundul,” imbuh cetusnya, yang tinggal persis di belakang kubah mufti.
Sudah barang tentu sebagai juriat Datuk Kelampayan, almarhum KH Zaini Abdul Ghani (Guru Sekumpul) dan KH Anang Dzajouly Semman, masih ada hubungan kekerabatan dengan KH Jamaluddin.
Satu hal selalu dilakukan Siti Khadijah yang mempunyai bapak kandung bersaudara KH Jamaluddin ini, ialah pintu kubah dibiarkan terbuka. “Jendela haja (saja) ditutup, pintunya biar terbuka. Kalu (kalau) ada urang (orang) yang handak (mau) banaung (berteduh),” sebutnya.
Informasi yang dihimpun dari beberapa sumber, ada dua mufti KH Jamaluddin. Di Kelampayan dan di Sungai Jingah. Silsilah KH Jamaluddin yang berkubah di Sungai Jingah dan hidup di jaman Belanda ini, menurut Abu Daudi, lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru H Surgi Mufti.
Tuan Guru H Surgi Mufti atau Mufti Jamaluddin adalah cicit Datuk Kelampayan dari garis istri keenam, bernama Ratu Aminah binti Pangeran Thaha (seorang bangsawan Kerajaan Banjar). Silsilahnya, Mufti Jamaluddin bin Zalekha binti Pangeran Mufti H. Ahmad bin Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Diangkat menjadi mufti oleh pemerintah Belanda, berkedudukan di Banjarmasin pada tahun 1896. Beliau wafat pada tanggal 8 Muharram 1348 H (1902) dan dimakamkan di depan rumah beliau di Jl Surgi Mufti Kelurahan Surgi Mufti, Banjarmasin Utara. Masyarakat Kalsel mengenalnya dengan nama “Kubah Sungai Jingah”.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites